Jumat, 25 Desember 2015

Kampung Gajah Masih Magnet Liburan di Penghujung 2015

Sekalipun objek wisata terus bermunculan,  Kampung Gajah Wonderland masih menjadi pusat tujuan wisatawan dalam liburan Natal & Tahun Baru 2015.

Siapa yang tak mengenal Kampung Gajah Wonderland yang berlokasi di Jl. Sersan Bajuri, Cihideung Lembang. Kompleks wisata seluas 80 ha ini sampai sekarang masih menjadi  magnet wisatawan yang berkunjung ke Bandung. Di lokasi ini setidaknya terdapat 36  wahana, mulai outbond sampai kolam  renang Water boom segala usia. Tak hanya itu berbagai menu makanan dari yang tradisional hinggga masakan Jepang pun tersaji di sini. Wahana ini dibuka mulai pukul 09.00 hingga pukul 18.00, dengan harga tiket masuk Rp.10.000-Rp.20.000 di hari biasa, hingga Rp 150.000-250.000 di hari liburan. Namun dengan harga tiket ini Anda bisa menikmati seluruh wahana tanpa dipungut biaya lagi. Bila Anda hanya ingin menikmati waterboom saja, cukup mengeluarkan uang tambahan Rp.100.000
Kampung Gajah masih menjadi buruan wisatawan bisa dilihat dari antrean kendaraan menuju lokasi ini. Sejak dua hari lalu, lokasi yang berbatasan antara Bandung- dengan Lembang  dipadati kendaraan berplat luar Bandung. Antrean kendaraan ini diprediksi bakal berlangsung hingga liburan Tahun Baru berakhir.


Alasan  Kampung Gajah masih diminati karena  selain lokasinya  strategis berada di seputaran  objek  wisata, seperti Jendela Alam, Kampung Daun dan Dusun Bambu. Masih di seputaran itu, juga terdapat Maja serta   Cihideung yang menjajakan aneka tanaman hias. Hanya terpaut 20 menitan dari Kampung gajah, Anda pun sudah bisa tiba di Lembang. Di kota kecamatan ini Anda bisa menikmati  Floating Market, Maribaya Natural Hot Spring Resort Waterfall.  Masih belum puas di sini, bergeser ke arah timur, dalam lima menitan Anda bisa menikmati Bougenvile Resort yang menyediakan vila dan aoutbond, termasuk arena mancing, serta Tania, arena mainan anak-anak.(asepburhanudin/geowisata.net)

Kamis, 24 Desember 2015

Maribaya Wajah Baru Siap Ramaikan Liburan Nartal&Tahun Baru


Dua tahun tak beroperasi, Maribaya, ikon wisata Bandung Barat akhirnya beroperasi kembali dengan wajah baru bernama Maribaya Natural Hot Spring Resort.

Nama Maribaya tak asing di dunia pariwisata. Resort yang mengandalkan keasrian alam berupa bentangan alam , air terjun dan sumber air panas, terletak  di sebelah timur Kota Lembang, tepatnya di  antara Lembang dengan Cibodas.  Untuk mencapai lokasi ini tak begitu sulit. Dari Kota Lembang hanya membutuhkan waktu 10 menitan, sementara dari Kota Bandung sekitar, 20 menitan ke arah utara.
Ada beberapa akses untuk menjangkau Maribaya. Dari Taman Hutan Raya ( Tahura) Juanda, Dago, pengunjung bisa berjalan kaki atau naik jasa ojek. Jalan setapak antara Goa Jepang dengan Maribaya bisa ditempuh 30 menitan berjalan kaki.

Untuk menikmati seluruh keindahan Maribaya, pengunjung hanya dikutif tiket masuk Rp.35.000 per orang. Di objek ini, wisatawan   bisa melihat asrinya hutan yang di dalamnya terdapat dan tiga air terjun, atau bahasa sundanya curug. Ketiga curug ini yakni Curug Cigulung, Curug Cikawari, dan Curug Omas.
Dengan manajemen baru, yang dikelola swasta, pengunjung selain menikmati tiga curug tadi,  juga bisa merasakan sensasi air panas yang mengandung senyawa natrium bikarbonat bersuhu 45,1 derajat Celcius.  Dengan harga antara 35.000 sampai Rp.150.000/ orang, Anda bisa SPA atau berendam air panas yang katanya mujarab untuk menyembuhkan peradangan tulang, kulit serta nyeri otot. Tak hanya itu, pengunjung pun dimanjakan jejeran restauran dan cafe .Sayangnya, beberapa penginapan dan hotel masih dalam pengerjaan, sehingga pegunjung  hanya  bisa menikmati Maribaya hingga puul 20.00 WIB.

Beberapa asilitas yang menjadi andalan Maribaya Baru, antara lain Kolam Rendan VIP Tirta Sawarna, Kolam Rendam Tirta Raga, Kolam rendam air panas alam, kolam rendam air panas kaki, Tak hanya itu pengunjung pun bisa memancing atau tangkap ikan langsung di kolam, serta outbond, sekaligus belanja souvenir.
Nama Maribaya memang sudah melegenda di masyarakat setempat. Ada dua versi tentang Maribaya. Pertama mari berarti sehat dan baya mengandung arti bahagia. Sementara cerita lain Maribaya berasal dari nama seorang gadis cantik putri seorang petani miskin yang bernama Eyang Raksa Dinata.
Dalam pertapaannya di Gunung Tangkuban parahu Eyang Raksa Dinata mendapat dua bokor berisi air yang harus disiram ke arah barat dan timur. Bokor air yang disiram di daerah barat kemudian menjadi Situ Lembang, sementara bokor air yang disiram ke bagian timur, dekat rumahnya, menjadi sumber air panas di Maribaya.
Terlepas dari legenda yang berkembang, Maribaya dengan wajah baru siap menampung wistawan yang berlibur di hari Natal dan Tahun Baru. Fasilitas parkir yang luas dan terpisah dilayani  belasan stutle bus gratis.



(Asep Burhanudin/www.bandungurban/ www. geowisata.net)

Senin, 21 Desember 2015

Kopi Aroma Harumkan Pariwisata Bandung


Sepertinya tak lengkap bila berkunjung ke Bandung tidak menyempatkan mampir  ke pabrik rumahan Kopi Aroma yang terletak di pusat Kota. Selain mendapatkan aroma utuh sebuah kopi, pengunjung bisa melihat langsung proses pembuatan,  mulai dari penjemuran, penggarangan, hingga penggilingan, yang semuanya diolah secara tradisional.

Ada pemandangan ganjil bila di pagi hari Anda melintas Jl. Banceuy.  Mata kita akan menangkap kerumunan orang memanjang di pinggir trotoar. Padahal, pagi itu seluruh pertokoan, yang dikenal sebagai sentra suku cadang kendaraan bermotor, masih pada tutup. Rupanya mereka tengah antri untuk membeli kopi bubuk Aroma. Mereka rela menunggu dan  antri dari jam 06.00 pagi, dua jam sebelum pabrik dibuka.
Mengapa mereka rela antri untuk sekedar belanja  kopi  yang sebetulnya sudah banyak dijual di pasar swalayan terkenal di Bandung? Jawabannya beragam, ada yang menyebut produknya masih segar, sampai ada yang ingin tahu proses pembuatannya, yang alami banget. “ Masalah harga nomor dua, mungkin hanya beda dua tiga ribu dengan di mol,” kata Ahmed yang mengaku dari Johor Bahru, Malaysia. Ia rela mengantri dari jam 06.30, sebelum menuju Bandara untuk kembali pulang ke negaranya.
Memang hampir sebagian besar yang antri belanja kopi di sini kebanyakan dari luar kota Bandung. Merk Kopi Aroma buatan Bandung sudah dikenal luas ke manca negara dan menjadi salah satu destinasi mereka untuk belanja buah tangannya.
Kopi Aroma kini dikelola generasi kedua.  Widyapratama , putra tungggal Tan Houw Sian,  tinggal melanjutkan rintisan  usaha mendiang ayahnya yang dibuat sejak tahun 1930-an. Pria kurus alumnus UNPAD yang aktif mengajar di UNPAR ini bukan tanpa halangan untuk melanjutkan Aroma hingga besar seperti sekarang. Pabrik kopi Aroma sempat kolap bahkan di tahun 1970-an nyaris berhenti ketika ayahnya sudah tua sementara Widya, begitu pria disapa, masih kecil. Namun berkat keuletan dan berguru sampai Singapura, Aroma kembali hidup dan kini menjadi  salah satu ikon Bandung.


Tak ada rahasia dalam menjaga cita rasa kopi buatannya, semua terbuka. Bahkan pengunjung  diperbolehkan melihat dari dekat proses pembuatan dari awal hingga pengepakan. Justru  dengan terbuka seperti itulah Aroma  tumbuh menjadi besar. Bila orang bicara kopi, pasti berakhir dengan thema Aroma.
Untuk menjaga mutu, Widya tak pernah mempercayakan pada siapapun, termasuk  pada anak dan karyawannya untuk mencicipi tingkat kematangan kopi yang digarangnya.  Sejak pagi buta ia  sudah melibatkan diri bersama beberapa karyawannya untuk menggarang kopi. Ia tak risi mengangkat karung goni, dan memutar- mutar tungku besi mirip bola besar di atas bara api. Ia sepertinya sudah akrab dengan udara panas  yang terperangkap dalam ruangannya.
Sekalipun jaman sudah modern, ia tetap konsisten mempertahankan tradisi leluhurnya, menggunakan peralatan tahun 1930-an serta kayu bakar sebagai sumber panasnya. “ Banyak peralatan modern dan praktis. Tapi semua itu akan merusak rasa dan manfaat sebuah kopi, “ katanya singkat.
Selain mempertahankan proses pembuatannya, ia juga  selektif memanfaatkan kopi yang akan diprosesnya. Kopi yang diolah hari ini merupakan kopi simpanan 5  sampai 8 tahunan silam.  “ jadi  biji Kopi yang dibeli sekarang kami jemur dan kami simpan dalam gudang dan diberi label, untuk diolah 5-8 tahun kemudian. Dan yang saya giling sekarang hasil simpanan 8  tahun lalu. Begitu terus kami ulang- ulang,” kata Pria paruh baya yang biasa mengenakan kemeja warna kopi. Menurutnya, untuk kopi Robusta minimal harus disimpan dalam karung goni selama 5 tahun, sementara untuk  jenis Arabika minimal harus tersimpan 8 tahun.
Menurutnya, kalau sekedar mengejar omzet bisa saja ia menggunakan mesin modern serta mengambil kopi, tanpa melihat berapa lama digudang. “ Tapi kan itu tidak enak, ke lambung saja bisa kembung. Kalau ini tidak, malah bisa menyehatkan,” katanya.
Dari tampak luar, memang gedung art deco ini tidak begitu besar, namun bila  masuk ke dalam kita disuguhkan  ruangan gudang yang luas, seukuran lapangan voli. Sementara, ruangan terbuka, tempat menjemur kopi, ditaksir seukuran lapangan batminton. Area dapur, untuk memasak kopi berukuran sekitar 15 x4 meteran terletak antara gudang dengan ruangan pengepakan. Untuk melayani pembeli hanya disediakan satu pintu . Itu pun ditutup dengan lemari kayu lawas yang di bagian atasnya  berisi berbagai   jenis butiran kopi rapi tertutup kaca.
Selain memanfaatkan kopi dari alam Parahyangan, seperti dari Ciwidey dan Pangalengan, Aroma juga mendatangkan biji kopi dari Aceh, Medan, Toraja, Flores. Bahkan untuk jenis kopi  Robusta ia sengaja datangkan khusus dari Bengkulu, Lampung , dan Jawa Timur, tentunya sebagian dari Pangalengan.
Menurutnya, bila kopi dimasak secara benar akan bermanfaat bagi tubuh. Selain menghilangkan stress, kopi juga mujarab untuk mengobati diabetes.
“ Caranya gampang,  supaya panasnya merata, bila air sudah mendidih langsung seduh ke kopinya  dan jangan sampai terhalang sendok, setelah itu baru diaduk,” katanya.
Untuk mendapatkan kopi Aroma ukuran 0, 25kg cukup dengan Rp27.500. (asepburhanudin/geowisata.net)

Minggu, 20 Desember 2015

Wow!! Di Jalur Wisata Sepeda Dago Pakar Bisa 'Nyabu' Rame- Rame

Bagi komunitas sepeda, atau mereka yang suka wisata sehat, rupanya tak asing dengan jalur Dago Pakar. Di lintasan yang berudara dingin dan segar, hampir sepanjang  kiri dan kanannya dipenuhi panorama yang indah, di samping warung-warung  dadakan yang menyediakan aneka makanan ringan.

Namun dalam dua hari terakhir ini kita disuguhkan dengan pemandangan baru. Terpaut 20 meteran dari  Halaman Parkir TAHURA (Taman Hutan Raya) Juanda, tepatnya di pertigaan, terdapat lokasi jajanan baru. Lokas ini rupanya dibuat khusus untuk memanjakan si pesepeda atau pejalan kaki.  Itulah Bubur Gowes, sebuah tempat sarapan yang direkomendasikan buat penggiat olah raga sepeda atau pejalan kaki. Tanpa atap dan hanya mengandalkan rindangnya  pepohonan kita bisa Nyabu dan  Nyakueh bareng.
Si pengelola rupanya mengerti keinginan  pengunjung. Tanpa menghilangkan keasrian alam, hanya menambah paving blok, selebihnya  dibiarkan udara dan sinar  matahari terbuka. Dia  hanya mengandalkan rindangnya pepohonan dan udara dingin . Warna merah mencolok  di Gapura dengan tulisan  simple, di tambah cakueh yang proses pembuatannya dipertontonkan, menjadi daya tarik, sekaligus unik.
Soal rasa, sekalipun bubur di lokasi ini berlabel beda dengan induk cabangnya di Cisitu, tentunya tak bisa diragukan lagi. Bubur ayam Gowes  tanpa mengandalkan kacang kedelai dan krupuk, sebagai mana bubur ayam pada umumnya.
Dia hanya mengandalkan cakue dan beberapa jenis olahan ayam saja. Justru inilah yang menjadi ciri khas bubur ini. Dia hanya bermain di bumbu merica dan daun bawang yang  khas, serta tentunya daging ayam  empuk yang disuir dadakan saat akan dihidang, yang tentunya sulit ditemui di beberapa tukang bubur di kita.

Untuk merasakan sensasi bubur sudah yang dikenal akrab para mahasiswa ITB dan warga Dago ini, kata si pegelola, masih terbatas di hari Jumat, Sabtu dan Minggu saja. “ Itu pun sampai jam 10-an saja,” katanya.